Senin, 05 November 2012

Mendidik Aanak secara Islami

Mendidik anak merupakan perkara yang mulia tapi gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah laku terpuji, tapi di sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan akhlaknya.

Sebagai orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita meyakini bahwa sebaik-baik nasihat untuk kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur-an dan sabda-sabda nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala), penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari perhiasan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.’”
(QS. Yunus: 57-58).

Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak, secara khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman akan besarnya fitnah yang ditimbulkan karena kecintaan yang melampaui batas terhadap mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…”
(QS. at-Taghabun: 14).

Makna “menjadi musuh bagimu” dalam firman-Nya adalah “melalaikan kamu dari melakuakan amal shalih dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[1]

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya….”[2]

Fenomena kenakalan anak

Fenomena ini merupakan perkara besar yang cukup memusingkan dan menjadi beban pikiran para orangtua dan pendidik, karena fenomena ini cukup merata dan dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat, tidak terkecuali kaum muslimin.

Padahal, syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak.
Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seorang musyrik, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar?” Salman menjawab, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil….”[3]

Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mensyariatkan agama ini Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan Dialah yang maha mengetahui kondisi semua makhluk-Nya serta cara untuk memperbaiki keadaan mereka?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta besrta isinya) Maha Mengetahui (keadaan mereka)?, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci).”
(QS. al-Mulk: 14).

Akan tetapi, kenyataan pahit yang terjadi adalah, untuk mengatasi fenomena buruk tersebut, mayoritas kaum muslimin justru lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori/ metode pendidikan anak yang diajarkan oleh orang-orang barat, yang notabene kafir dan tidak mengenal keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, tenaga dan biaya besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut kepada anak-anak mereka.

Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla yang menciptakan mereka, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(QS. al-Hasyr: 19)

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Renungkanlah ayat (yang mulia) ini, maka kamu akan menemukan suatu makna yang agung dan mulia di dalamnya, yaitu barangsiapa yang lupa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia tidak mengetahui hakikat dan kebaikan-kebaikan untuk dirinya sendiri. Bahkan, dia melupakan jalan untuk kebaikan dan keberuntungan dirinya di dunia dan akhirat. Dikarena dia telah berpaling dari fitrah yang Allah jadikan bagi dirinya, lalu dia lupa kepada Allah, maka Allah menjadikannya lupa kepada diri dan perilakunya sendiri, juga kepada kesempurnaan, kesucian dan kebahagiaan dirinya di dunia dan akhirat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan keadaannya itu melampaui batas.”
(QS. al-Kahfi: 28).

Dikarenakan dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memperhatikan sedikit pun kebaikan, kesempurnaan serta kesucian jiwa dan hatinya. Bahkan, (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tidak terarah, keadaannya melampaui batas, kebingungan serta tidak mendapatkan petunjuk ke jalan (yang benar).”[4]



Maka orang yang keadaannya seperti ini, apakah bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa diusahakannya? Mungkinkah orang yang seperti ini keadaannya akan merumuskan metode pendidikan anak yang baik dan benar dengan pikirannya, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memahami kebenaran yang hakiki? Adakah yang mau mengambil pelajaran dari semua ini?

Sebab kenakalan anak menurut syariat Islam

Termasuk sebab utama yang memicu penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum, adalah godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis (setan) berkata, ‘Karena Engkau telah menghukumi saya tersesat, sungguh saya akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat kepada-Mu).’”
(QS. Al-A’raf: 16-17).

Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan ke dunia ini, untuk memudahkan usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).”[5]

Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) yang berasal dari setan.“[6]

Perhatikanlah hadits yang agung ini! Betapa setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka dilahirkan ke dunia. Padahal, bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia, dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah dewasa dan mengenal semua godaan tersebut?[7]

Di samping sebab utama di atas, ada faktor-faktor lain yang memicu dan mempengaruhi penyimpangan akhlak pada anak, berdasarkan keterangan dari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, pengaruh didikan buruk kedua orangtua

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua bayi (manusia) dilahirkan di atas fithrah (kecenderungan menerima kebenaran Islam dan tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”[8]

Hadits ini menunjukkan bahwa semua manusia yang dilahirkan di dunia memiliki hati yang cenderung kepada Islam dan tauhid, sehingga kalau dibiarkan dan tidak dipengaruhi maka nantinya dia akan menerima kebenaran Islam. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang memberikan pengaruh buruk, bahkan menanamkan kekafiran dan kesyirikan kepadanya.[9]

Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Hadits yang agung ini menjelaskan sejauh mana pengaruh dari kedua orangtua terhadap (pendidikan) anaknya, dan (pengaruh mereka dalam) mengubah anak tersebut dalam penyimpangan dari konseuensi (kesucian) fitrahnya kepada kekafiran dan kefasikan….

(Di antara contoh pengaruh buruk tersebut adalah) jika seorang ibu tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahram-nya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktik (nyata) bagi anaknya, untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran untuk) memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu. Inilah yang dinamakan ‘pengajaran pada fitrah (manusia)’.”[10]

Kedua, pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi). Maka, penjual minyak wangi bisa jadi memberimu minyak wangi atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi), bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya.”[11]

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena adanya pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka. Hadits tersebut sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka.[12]

Ketiga, sumber bacaan dan tontonan

Pada umumnya, anak-anak mempunyai jiwa yang masih polos, sehingga sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apa pun yang dilihat dan didengarnya dari sumber bacaan atau berbagai tontonan.

Apalagi, memang kebiasan meniru dan mengikuti orang lain merupakan salah satu watak bawaan manusia sejak lahir, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف وما تناكر اختلف

“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama. Maka, yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling berdekatan, dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih.”[13]

Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat.

Syekh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Hud: 120).

Beliau berkata, “Yaitu, supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para rasul ‘alaihimus sallam, karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shalih, serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan….”[14]

Beberapa contoh cara mendidik anak yang nakal

Syariat Islam yang agung mengajarkan kepada umatnya beberapa cara pendidikan bagi anak yang bisa ditempuh untuk meluruskan penyimpangan akhlaknya. Di antara cara-cara tersebut adalah:

Pertama, teguran dan nasihat yang baik

Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan langsung oleh pendidik terbesar bagi umat ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang anak kecil yang ketika sedang makan menjulurkan tangannya ke berbagai sisi nampan makanan, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah (makanan) yang ada di hadapanmu.“[15]

Serta dalam hadits yang terkenal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak paman beliau, Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan beberapa kalimat (nasihat) kepadamu: jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu.”[16]

Kedua, menggantung tongkat atau alat pemukul lainnya di dinding rumah

Ini bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka.”[17]

Bukanlah maksud hadits ini agar orangtua sering memukul anggota keluarganya, tapi maksudnya adalah sekadar membuat anggota keluarga takut terhadap ancaman tersebut, sehingga mereka meninggalkan perbuatan buruk dan tercela.[18]

Imam Ibnul Anbari rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan perintah untuk menggantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan hal itu kepada seorang pun. Akan tetapi, yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.”[19]

Masih banyak cara pendidikan bagi anak yang dicontohkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah[20] menyebutkan beberapa di antaranya, seperti: menampakkan muka masam untuk menunjukkan ketidaksukaan, mencela atau menegur dengan suara keras, berpaling atau tidak menegur dalam jangka waktu tertentu, memberi hukuman ringan yang tidak melanggar syariat, dan lain-lain.

Bolehkah memukul anak yang nakal untuk mendidiknya?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan) shalat (lima waktu) sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.“[21] Hadits ini menunjukkan bolehnya memukul anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat, jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya bisa menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya –dan ini biasanya di usia sepuluh tahun. Dengan syarat, pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada wajah.[22]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya, “Bolehkah menghukum anak yang melakukan kesalahan dengan memukulnya atau meletakkan sesuatu yang pahit atau pedis di mulutnya, seperti cabai/ lombok?”, beliau menjawab, “Adapun mendidik (menghukum) anak dengan memukulnya, maka ini diperbolehkan (dalam agama Islam) jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya untuk mengambil pelajaran dari pukulan tersebut, dan ini biasanya di usia sepuluh tahun.

Adapun memberikan sesuatu yang pedis (di mulutnya) maka ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya (mencelakakannya)…. Berbeda dengan pukulan yang dilakukan pada badan maka ini tidak mengapa (dilakukan) jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya, dan (tentu saja) pukulan tersebut tidak terlalu keras.

Untuk anak yang berusia kurang dari sepuluh tahun, hendaknya dilihat (kondisinya), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan untuk memukul anak (berusia) sepuluh tahun karena meninggalkan shalat. Maka, yang berumur kurang dari sepuluh tahun hendaknya dilihat (kondisinya). Terkadang, seorang anak kecil yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik), kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat) sehingga bisa menerima pukulan, celaan, dan pelajaran darinya (maka anak seperti ini boleh dipukul), dan terkadang ada anak kecil yang tidak seperti itu (maka anak seperti ini tidak boleh dipukul).”[23]

Cara-cara menghukum anak yang tidak dibenarkan dalam Islam[24]

Di antara cara tersebut adalah:

1. Memukul wajah

Ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau, yang artinya, “Jika salah seorang dari kalian memukul, maka hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah.”[25]

2. Memukul yang terlalu keras sehingga berbekas


Ini juga dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.[26]

3. Memukul dalam keadaan sangat marah

Ini juga dilarang karena dikhawatirkan lepas kontrol sehingga memukul secara berlebihan.

Dari Abu Mas’ud al-Badri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “(Suatu hari) aku memukul budakku (yang masih kecil) dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran) dari belakangku, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Akan tetapi, aku tidak mengenali suara tersebut karena kemarahan (yang sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat dariku, maka ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau yang berkata, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Maka aku pun melempar cemeti dari tanganku, kemudian beliau bersabda, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu daripada kamu terhadap budak ini,’ maka aku pun berkata, ‘Aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari) ini.‘”[27]

4. Bersikap terlalu keras dan kasar

Sikap ini jelas bertentangan dengan sifat lemah lembut yang merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang terhalang dari (sifat) lemah lembut, maka (sungguh) dia akan terhalang dari (mendapat) kebaikan.”[28]

5. Menampakkan kemarahan yang sangat

Ini juga dilarang karena bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukanlah orang yang kuat itu (diukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi), tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.“[29]

Penutup

Demikianlah bimbingan yang mulia dalam syariat Islam tentang cara mengatasi penyimpangan akhlak pada anak, dan tentu saja taufik untuk mencapai keberhasilan dalam amalan mulia ini ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, banyak berdoa dan memohon kepada-Nya merupakan faktor penentu yang paling utama dalam hal ini.

Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita taufik-Nya untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya dalam mendidik dan membina keluarga kita, untuk kebaikan hidup kita semua di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين


Sumber : manisnyaiman.com

Minggu, 21 Oktober 2012

ANAKKU SAYANG

A. 1O KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK

Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang mungkin Anda tidak sadari terjadi dalam mendidik anak Anda :
1. Kurang Pengawasan
Menurut Professor Robert Billingham, Human Development and Family Studies – Universitas Indiana, “Anak terlalu banyak bergaul dengan lingkungan semu diluar keluarga, dan itu adalah tragedi yang seharusnya diperhatikan oleh orang tua”. Nah sekarang tahu kan, bagaimana menyiasatinya, misalnya bila anak Anda berada di penitipan atau sekolah, usahakan mengunjunginya secara berkala dan tidak terencana. Bila pengawasan Anda jadi berkurang, solusinya carilah tempat penitipan lainnya. Jangan biarkan anak Anda berkelana sendirian. Anak Anda butuh perhatian.
2. Gagal Mendengarkan
Menurut psikolog Charles Fay, Ph.D. “Banyak orang tua terlalu lelah memberikan perhatian – cenderung mengabaikan apa yang anak mereka ungkapkan”, contohnya Aisyah pulang dengan mata yang lembam, umumnya orang tua lantas langsung menanggapi hal tersebut secara berlebihan, menduga-duga si anak terkena bola, atau berkelahi dengan temannya. Faktanya, orang tua tidak tahu apa yang terjadi hingga anak sendirilah yang menceritakannya.
3. Jarang Bertemu Muka
Menurut Billingham, orang tua seharusnya membiarkan anak melakukan kesalahan, biarkan anak belajar dari kesalahan agar tidak terulang kesalahan yang sama. Bantulah anak untuk mengatasi masalahnya sendiri, tetapi jangan mengambil keuntungan demi kepentingan Anda.
4. Terlalu Berlebihan
Menurut Judy Haire, “banyak orang tua menghabiskan 100 km per jam mengeringkan rambut, dari pada meluangkan 1 jam bersama anak mereka”. Anak perlu waktu sendiri untuk merasakan kebosanan, sebab hal itu akan memacu anak memunculkan kreatifitas tumbuh.
5. Bertengkar Dihadapan Anak
Menurut psikiater Sara B. Miller, Ph.D., perilaku yang paling berpengaruh merusak adalah “bertengkar” dihadapan anak. Saat orang tua bertengkar didepan anak mereka, khususnya anak lelaki, maka hasilnya adalah seorang calon pria dewasa yang tidak sensitif yang tidak dapat berhubungan dengan wanita secara sehat. Orang tua seharusnya menghangatkan diskusi diantara mereka, tanpa anak-anak disekitar mereka. Wajar saja bila orang tua berbeda pendapat tetapi usahakan tanpa amarah. Jangan ciptakan perasaan tidak aman dan ketakutan pada anak.
6. Tidak Konsisten
Anak perlu merasa bahwa orang tua mereka berperan. Jangan biarkan mereka memohon dan merengek menjadi senjata yang ampuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua harus tegas dan berwibawa dihadapan anak.
7. Mengabaikan Kata Hati
Menurut Lisa Balch, ibu dua orang anak, “lakukan saja sesuai dengan kata hatimu dan biarkan mengalir tanpa mengabaikan juga suara-suara disekitarnya yang melemahkan. Saya banyak belajar bahwa orang tua seharusnya mempunyai kepekaan yang tajam tentang sesuatu”.
8. Terlalu Banyak Nonton TV
Menurut Neilsen Media Research, anak-anak Amerika yang berusia 2-11 tahun menonton 3 jam dan 22 menit siaran TV sehari. Menonton televisi akan membuat anak malas belajar. Orang tua cenderung membiarkan anak berlama-lama didepan TV dibanding mengganggu aktifitas orang tua. Orang tua sangat tidak mungkin dapat memfilter masuknya iklan negatif yang tidak mendidik.
9. Segalanya Diukur Dengan Materi
Menurut Louis Hodgson, ibu 4 anak dan nenek 6 cucu, “anak sekarang mempunyai banyak benda untuk dikoleksi”. Tidaklah salah memanjakan anak dengan mainan dan liburan yang mewah. Tetapi yang seharusnya disadari adalah anak Anda membutuhkan quality time bersama orang tua mereka. Mereka cenderung ingin didengarkan dibandingkan diberi sesuatu dan diam.
10. Bersikap Berat Sebelah
Beberapa orang tua kadang lebih mendukung anak dan bersikap memihak anak sambil menjelekkan pasangannya didepan anak. Mereka akan hilang persepsi dan cenderung terpola untuk bersikap berat sebelah. Luangkan waktu bersama anak minimal 10 menit disela kesibukan Anda. Dan pastikan anak tahu saat bersama orang tua adalah waktu yang tidak dapat diinterupsi.

B. TIPS MENGATASI ANAK YANG MALAS BELAJAR
 
Beberap hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya “Ardi”, Ardi ini termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja, sekedar menuruti perintah orang tua.

Apa yang terjadi pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis siswa.
Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya. Betul Bu/Pak....? :D

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.

2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:

a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.

b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.

c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.

d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.

Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.

3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.

5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.

Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.

Sumber Bacaan
http://anaprivat.blogspot.com/
www.keluargabahagia.com
http://id.answers.yahoo.com/


C. 5 TRIK PENDIDIKAN ANAK TERBAIK

Anak malas? Susah
diatur? Kurang berprestasi di sekolah? Susah
untuk konsentrasi? Sering membuat ulah atau masalah? Hiperaktif, bandel, nakal,
inferior, acuh?

Demikian kurang lebih serangkaian
permasalahan yang barangkali kerap dihadapi oleh kita, para orang
tua. Apa, siapa yang salah? Bagaimana mengatasinya? Menyekolahkan anak di sekolah
favorit, belum tentu menyelesaikan permasalahan ini.

Baiknya kita tidak perlu buru-buru
menyimpulkan “ketidakmampuan” si anak, atau guru dan sekolahnya, sebelum
membaca tulisan ini (he..he.. promosi nih…).

“Tiap anak adalah individu
yang unik” Kenyataan inilah yang musti tertanam kuat pada kesadaran pikiran
kita.

Kakak-adik saudara kandung, yang
berasal dari rahim yang sama, ayah yang sama, dididik dalam keluarga yang sama,
tumbuh dalam lingkungan yang sama pula, sekolahnya pun sama, pun demikian, tetap
saja keunikan individu tiap anak
tetaplah eksist. Mulai dari sifat, tabiat, karakter, kecenderungan personal
pada tiap anak, bahkan sampai pretasinya, juga berbeda-beda.

Maka, berangkat dari kondisi
internal personal si anak yang berbeda-beda tersebut (unik), kita akhirnya
menyadari bahwa penerapan pola asuh ataupun sistem pendidikan yang seragam
(generic), bisa jadi memang kondusif pada type anak tertentu, dan bisa jadi kurang
kondusif atau justru malahan kontra produktif pada type anak yang lainnya.

Berhubung hampir semua sekolah
formal yang ada menerapkan sistem dan pola pendidikan yang (relatif) sama, maka
pada akhirnya, pendidikan non-formal di keluarga-nyalah yang menjadi faktor
penentu nan penting.

Berikut 5 tips untuk meningkatkan
kwalitas pendidikan anak dari lingkup keluarga.

Jaga Citra
Diri Anak. Ketika para orang tua bertemu, entah ketika dengan sesama
teman, saudara, bertamu, atau ketika ngerumpi dengan para tetangga, tidak
jarang anak menjadi obyek pembicaraanya. Hendaknya dihindari keluhan atau
ungkapan negatif tentang anak, terutama ketika si anak bisa mendengar langsung
pembicaraan tersebut. Karena disadari atau tidak, hal demikian membentuk
citra negatif pada diri si anak.

Misalnya
ungkapan seperti “Kalau si adik mah susah dibilangin, heran deh…”

“Anak saya
yang nomor dua itu, susahnya minta ampun kalau disuruh belajar”

“Si Ujang manjanya
nggak karuan, sukanya bantingin apa aja kalau lagi ngambek”

Apalagi sampai
mengadu, misalnya ke ayahnya (suami) “Coba bayangin pa, si bontot dari siang
main PS terus gak mau berhenti, sampai lupa sholat, lupa makan, gak mandi,…”

Termasuk dalam
hal ini, membandingkan si anak yang satu dengan yang lainya (atau anak yang lain).
Sebaiknya hindari juga.

Tentu saja
memantau kekurangan atau kelemahan si anak, membandingkan dengan keadaan anak
yang lainnya, memang perlu, sangat perlu bahkan. Tapi hendaknya hal tersebut dibicarakan
di forum “prifat atau eksklusif” dimana si anak tidak mendengarnya.
Itupun konteksnya adalah menganalisa perkembangan si anak, dalam rangka mencari
treatmen atau tindakan perbaikan selanjutnya. Bukan dalam rangka ngegosip yang
sifatnya hanya menjadi komoditas perbincangan saja.

Ungkapkanlah,
hal-hal menonjol yang positif dari si anak, pujian dan kebanggaan, manakala
kita berbincang-bincang dengan orang
lain dan ketika si anak bisa mendengarnya. Hal ini akan menumbuhkan citra diri
yang positif si anak, confidence dan kenyamanan.

Anak dengan
citra diri posistif yang kuat, confidence yang kental, nyaman dengan
lingkungannya, Insya Allah merupakan modal awal dalam meningkatkan prestasi di
bidang-bidang yang lainya.

Sensistifitas
Motivasi. Memberikan atau mengiming-imingi anak dengan suatu hadiah
fisik (material), supaya anak melakukan hal-hal yang kita inginkan dalam
rangka memotivasi anak, memang perlu, tapi sebaiknya dibatasi, jangan
terlalu sering atau terus menerus. Karena hal ini secara tidak langsung,
kita mendidik “materilistis” atau pengharapan pamrih/imbal balik. Dan
dalam taraf tertentu, hal ini sangat potensial untuk menghilangkan konsep;
kesadaran, kewajiban, ketanggapan, keikhlasan, pada jiwa si anak.

Memang, anak
mana sih yang nggak suka coklat, kue, mainan baru, tamasya? Maka, motivasi
dengan hadiah-hadiah memang dirasakan cukup efektif. Tapi apakah hal ini
benar-benar mendidik si anak? Atau hanya suatu stimulus yang sifatnya instant
dan temporer? Karena nafsu dasar manusia adalah “ingin lebih”, maka pola
perilaku demikian sering menjadi bumerang bagi orangtua.

Ada
alternatif lain yang lebih mendidik dengan efktifitas yang relatif sama dengan
pemberian hadiah materi.

Upayakan
eksplorasi yang lebih dalam tentang hal-hal non-materi yang menjadi
sensitifitas si anak. Biasanya si anak mempunyai suatu hal yang digemari, yang
sering dia bicarakan atau ceritakan. Walaupun kadang memang sering gonta-ganti,
tapi ladeni dan teruskan eksplorasi saja. Kemudian transfer-lah penjiwaan tadi
pada kenyataan
di lingkup si anak.

Misalnya, si
anak sangat gemar sekali dengan film/komik Naruto. Mungkin memang perlu
memberikan mainan atribut Naruto, tapi manfaatkan momentum mendidik anak, dengan
“penjiwaan” Naruto yang ditransfer pada lingkup realita si anak.

Misalnya
menggiring si anak “Naruto itu keren banget ya? Yang keren dari Naruto itu
apanya sih…?”

Misalnya
sifat-sifat baiknya yang rela berkorban untuk orang2 yang disayang, tidak
cengeng, berusaha dengan sungguh-sungguh.

Kemudian
diajak untuk membangun motivasi “Kalau adik, sudah keren kayak Naruto apa belum
ya?”

Dan diarahkan
doktrin yang mengarah pada implementasi praktisnya

“Adik ikut
kursus Karate aja, biar keren.”

“Adik kan
nggak cengeng, bearti sudah keren dong”

“Biar keren,
adik mau kan berkorban untuk
orang yang adik sayangi? Adik Sayang Mama kan? Kalo adik mau berkorban demi
Mama, baiknya adik melakukan apa ya?”
dst.

Dan hal serupa
bisa dilakukan dengan tema yang beraneka ragam tergantung pada sensitifitas
yang sedang dilanda si anak.

Memang tidaklah
mudah dalam mengolah dan menggiringnya, dan hasilnyapun tidak bisa langsung
terjadi, dan biasanya butuh waktu serta pengulangan berkali-kali hingga bisa
terlihat dampak praktisnya maupun tumbuh penjiwaannya.

Subyektifitas
Tema. Bagi anak yang agak tertinggal pelajaran di sekolahnya,
terkadang pemicu permasalahannya adalah tentang “kemasan penyampaian” yang
kurang menarik bagi anak saja.

Misalnya, si anak
agak lemah pada pelajaran matematika. Bisa diupayakan membantu memahami dengan
menggunakan tema-tema yang disukai si anak. Katakanlah si anak sangat gandrung
dengan Superman, bisa dicoba sebagai tema sentralnya, misalnya;

Wah Superman
harus menyelamatkan planet Jupiter yang terkena radiasi Gumma, caranya Superman
harus terbang dengan kecepatan tinggi mengelilingi planet Jupiter. Lintasan
terbang Superman berbentuk …..LINGKARAN!

Atau dipakai
dengan yang lain, misalnya kalau mencegah serangan radiasi Gruyuk, harus
terbang dengan lintasan…. SEGITIGA.
Dst.

Superman
berhasil menangkap gerombolan penjahat, dan mau dibawa terbang ke penjara
Nusakambangan. Supaya Penjahatnya tidak mati ketika dibawa terbang dengan
kecepatan super, harus dimasukin ke kantong bioplasma. Satu kantung hanya muat
2 penjahat. Padahal penjahatnya ada 6, berarti Superman butuh berapa kantung
bioplasma..?
Dst.

Hal ini bisa
dicoba diterapkan pada pelajaran ataupun hal yang lainya. Memang dibutuhkan
kreatifitas orangtua untuk itu.

Pujian dan
“Acuh”. Dalam sistem professional, kita mengenal sistem reward and
punishment dalam rangka mensolidkan suatu tatanan budaya atau sistem nilai
tertentu. Hal yang mirip, bisa diterapkan dalam mendidik anak kita.

Pujilah si
anak, ketika ada hal-hal positif yang dia lakukan atau dia capai. Ekspresikan
perhatian, dan kasih sayang misalnya dengan pelukan atau ciuman.

Misal si anak
mengaku “Ma, kemarin adik ngambil uang dari dompet mama seribu, habis adik
pingin jajan sih”

Sebaiknya
jangan merespon dengan marah, ngomel2 bahwa ambil barang milik orang harus
bilang dulu, dst. Hargai kejujuran dan keterbukaan si anak. Pujilah
ketrusteranganya dan keterbukaanya, karena hal ini adalah lebih utama. Karena
dengan terbangunya keterbukaan dan keterusterangan, aneka masalah-masalah bisa
dipantau secara optimal.

Kalau toh
ingin “mengingatkan” si anak tentang ngambil barang orang
harus minta ijin, dst, baiknya lakukan di lain waktu, pada suasana yang lebih
fresh.
Sedangkan
hal-hal yang negatif, misalnya anak ngambek nangis, atau bahkan memporak
porandakan mainan, atau gulung-gulung badan, acuhkan saja. Jangan beri
perhatian. Seolah ungkapan verbal, “Hal itu nggak bagus, makanya nggak saya
perhatikan.” Si anak akan belajar untuk membiasakan terhadap hal-hal yang
positif dan belajar sistem komunikasi yang lebih membangun.

Kalau misalnya
si anak ngambek dan kita marah, ngomel, dst, seolah si anak secara verbal
berkata “Tuh kan, kalau saya
begini, baru kamu memperhatikan saya… Tuh kan,
kamu juga bingung dan kerepotan kalau saya begini…”

Dan tentu saja
hal ini tidak berlaku ketika si anak menangis karena menderita kesakitan atau
kelaparan, tentu harus kita perhatikan betul-betul.

Tunjukan
Contoh konkrit. Konsistenkan dan solidkan antara seruan normatif,
perintah verbal dan pengkondisian konkritnya. Misalnya menyuruh belajar, mungkin
lebih baiknya dibangun suasana “mengajak” anak belajar, dan kita sendiri juga
ikut terlibat, atau minimal kita mencontohkannya, misal kita juga membaca
buku, atau apa.

Hindari
perilaku ketika kita menyuruh si anak belajar sementara orangtuanya malah
nonton sintron, atau internetan.

Hindari
menyuruh anak sholat & ngaji misalnya, sementara orang tua justru tidak
melakukanya.

Orangtua
melarang berbohong, sementara ketika si anak ngangkat telepon, Bapaknya bilang
“Kalau Om Jono yang nyari, bilang aja Bapak lagi keluar.”

Hal demikian
ini jelas membangun ajaran “omong kosong” pada si anak.

Dan secara alam
bawah sadar, hal-hal yang kontradiktif tersebut akan merapuhkan prinsip nilai
yang dipegang si anak yg bisa jadi terakumulusi di kemudian hari.

Demikianlah sharing dari saya. Tentu
saja tidak bisa langsung diterapkan begitu saja pada anak-anak anda. Setidaknya
harapan penulis, gagasan atau wacana ini, bisa menginspirasi anda, dan anda sendirilah
yang berkreasi dengan praktik-praktik yang paling sesuai dengan kondisi anda
masing-masing.
 
sumber : Cerdasjenius.blogspot.com

Jumat, 05 Oktober 2012

ANEKA TIPS

1. Tips Membina Rumah Tangga yang Sakînah

Penulis: Buletin Al Ilmu Jember
Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.
Pembaca yang budiman, sesungguhnya sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun diatas rasa cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

HAKEKAT KEHIDUPAN RUMAH TANGGA YANG SAKINAH
Pembaca yang budiman, telah disebutkan tadi bahwasanya setiap pribadi, terkhusus mereka yang telah berumah tangga, pasti dan sangat berkeinginan untuk merasakan kehidupan yang sakinah, sehingga kita menyaksikan berbagai macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah tadi. Maka nampak di pandangan kita sebagian orang ada yang berusaha mencari dan menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena mereka menganggap bahwa dengan harta itulah akan diraih kehidupan yang sakinah. Ada pula yang senantiasa berupaya untuk menyehatkan dan memperindah tubuhnya, karena memang di benak mereka kehidupan yang sakinah itu terletak pada kesehatan fisik dan keindahan bentuk tubuh. Disana ada juga yang berpandangan bahwa kehidupan yang sakinah bisa diperoleh semata-mata pada makanan yang lezat dan beraneka ragam, tempat tinggal yang luas dan megah, serta pasangan hidup yang rupawan, sehingga mereka berupaya dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan itu semua. Akan tetapi, pembaca yang budiman, perlu kita ketahui dan pahami terlebih dahulu apa sebenarnya hakekat kehidupan yang sakinah dalam sebuah kehidupan rumah tangga.
Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warohmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala Pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang dirihdoi Allah, yang mana para pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari keridhoan Allah dan rasulNya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasulNya.
Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridho Allah subhanahu wata’ala. Karena memang hakekat ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah (artinya):
“Dia-lah yang telah menurunkan sakinah (ketenangan) ke dalam hati orang-orang yang beriman agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al Fath: 4)

BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHiDUPAN BERUMAH TANGGA
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)
Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinah, insya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.
DIANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH
1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28)
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal:
أَسْتَغْفِرُالله ,
dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.
2. Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Pembaca yang budiman, demikianlah diantara beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk meraih dan membina rumah tangga yang sakinah. Wallahu a’lam. Semoga kajian ringkas ini dapat kita terapkan dalam hidup berkeluarga sehingga Allah menjadikan keluarga kita keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Amiin, Ya Rabbal alamiin.
Sumber: http://www.assalafy.org/artikel.php?kategori=akhlaq=8


 2. Tips Menghindari Perceraian

Setiap keluarga pasti tidak ingin jalinan rumah tangga yang dengan susah payah dibangun berakhir dengan perceraian. Banyak faktor yang dijadikan alasan dari sebuah perceraian. Karenanya, meminimalisir faktor penyebabnya meruipakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh setiap pasangan suami istri.

Apapun alasannya, perceraian akan selalu menyisakan kesedihan. Dampak perceraian tidak hanya dialami oleh suami-istri. Justru yang lebih parah adalah dampaknya terhadap psikologi anak-anak. Karena itu sebaiknya perceraian sebisa mungkin dihindari.

Ada beberapa tips yang dapat kita pertimbangkan, saat rumah tangga kita berada diambang perceraian. Berikut adalah beberapa diantaranya:

1. Cari Sumbernya. Ada asap pasti ada api. Demikian juga halnya dengan kehidupan rumah tangga. Keputusan untuk bercerai tentunya bukan tanpa sebab. Karena itu, carilah sumber dari hal ini. Jika sumber permasalahannya sudah dapat ditemukan, cobalah untuk menyelesaikan dengan baik-baik. Sebab setiap masalah tentu mempunyai jalan keluar. Apapun masalah yang menjadi sumber dari keputusan cerai yang akan diambil, sebaiknya pertimbangkan dengan matang. Sebab, jika kita sudah menemukan sumber permasalahannya, maka keputusan yang tepat akan dapat diambil, apakah akan meneruskan keputusan untuk bercerai, atau tidak.
2. Introspeksi. Bila Anda sudah mengetahui penyebab kenapa Anda atau suami ingin bercerai, cobalah untuk berintropeksi. Ini yang seringkali sulit dilakukan. Pasalnya, masing-masing pasangan pasti merasa dirinyalah yang benar. Mereka tak bakal bisa menerima kenyataan bahwa merekalah pangkal sebab munculnya niat cerai. Mungkin, Anda malu mengakui secara jujur kekurangan Anda, tapi cobalah menjawab dengan jujur pada diri sendiri bahwa yang dikatakan pasangan Anda ada benarnya. Mumpung masih ada waktu, kenapa tak Anda coba perbaiki dari sekarang? Tentu, suami pun harus melakukan hal serupa. Bisa jadi, ialah yang membuat perkawinan menjadi goyah dan tak harmonis lagi.
3. Jangan membesarkan masalah. Jika Anda dan suami sudah tahu sumber keributan dan konflik dalam rumahtangga, sebaiknya jangan memperbesar masalah. Juga, jangan mencari masalah baru. Pasalnya, ini justru akan memperkeruh suasana. Bila Anda menyadari kekurangan yang ada, tak ada salahnya meminta maaf. Tidak perlu malu dan berusaha menjadi istri yang baik seperti yang diharapkan suami. Cobalah untuk mencari solusi sebaik-baiknya.
4. Pisah sementara. Meski sepertinya sangat tak enak, cara ini bisa menjadi jalan terbaik untuk menghindari perceraian. Pisah untuk sementara waktu akan membantu suami-istri untuk menenteramkan diri sekaligus menilai, keputusan apa yang sebaiknya ditempuh. Kenapa harus pisah rumah? Pasalnya, dua hati yang sama-sama sedang panas, sebaiknya tak bertemu setiap hari. Jika setiap hari bertemu, yang terjadi bukan membaik, malah justru bakal semakin panas. Bisa-bisa ribut terus dan tidak ada titik temu. Yang dibahas setiap hari pasti akan balik ke masalah yang itu-itu saja. Anda bisa misalnya “mengungsi” dulu ke rumah orang tua, sementara suami pindah dulu sementara ke rumah orang tuanya. Pisah rumah akan membantu mendinginkan hati yang sedang memanas, sehingga Anda dan suami dapat berpikir jernih.
5. Komunikasi. Apapun,komunikasi merupakan fondasi sebuah hubungan, termasuk hubungan dalam perkawinan. Tanpa komunikasi, hubungan tak bakal bisa bertahan. Jadi, seberat apapun situasi yang tengah Anda hadapi, sebaiknya tetap lakukan komunikasi dengan pasangan. Bahkan setelah Anda dan suami sama-sama hidup terpisah, cobalah untuk tetap berkomunikasi. Coba diskusikan bersama, langkah terbaik apa yang bisa Anda berdua lakukan untuk menghindari perceraian, untuk mempertahankan mahligai rumahtangga. Tak mudah memang, tapi jika Anda berdua sudah berpisah untuk sementara waktu, situasi panas barangkali sudah lewat, sehingga Anda berdua sudah siap untuk berkomunikasi. Jangan merasa malu atau gengsi untuk saling menghubungi.
6. Libatkan keluarga. Jika kenyataannya, pasangan sudah tidak dapat diajak berkomunikasi atau selalu berusaha menghindar, cobalah libatkan anggota keluarga yang memang dekat dengannya. Orang tua, kakak atau pamannya misalnya. Pokoknya, siapa saja yang Anda rasa bisa Anda ajak berbicara. Tentu, Anda jangan pernah menutupi akar permasalahan yang ada kepada mereka, tetapi berterus teranglah. Katakan juga, apa sebetulnya kekurangan Anda maupun kekurangan suami. Siapa tahu, mediator ini dapat melunakkan hati Anda dan pasangan, sekaligus mencarikan solusi untuk kembali bersatu.
7. Cari teman curhat. Menghadapi perceraian tentu akan membuat pikiran runyam, pekerjaan terbengkalai dan bingung harus berbuat apa. Nah, kondisi tidak nyaman ini bisa Anda atasi bila Anda bisa berbagi dengan orang terdekat, sahabat misalnya. Dengan berbagi, beban pikiran Anda akan terasa lebih ringan. Yang harus dicermati, jangan mencari teman curhat yang lawan jenis. Carilah teman curhat sesama jenis. Pasalnya, bila Anda bercerita, mengungkapkan uneg-uneg Anda pada teman pria, belum tentu sepenuhnya ia akan mendukung Anda untuk kembali bersatu dengan suami. Bisa jadi ia malah menggoda Anda, dan jika Anda akhirnya benar-benar tergoda, yang muncul akhirnya malah masalah baru.
8. Ingat anak. Anak biasanya menjadi senjata terampuh untuk meredam konflik antara suami-istri. Jadi, bila ternyata antara Anda dan suami sama¬sama menginginkan perceraian, cobalah ingat anak-anak Anda, buah cinta kasih Anda dan suami. Ingatlah bahwa mereka masih sangat membutuhkan Anda dan suami. Apakah mereka harus menjadi korban perceraian karena keegoisan orang tuanya? Lantas, setelah Anda bercerai, kemana dan kepada siapa mereka harus ikut, Anda atau suami? Jika Anda menyayangi mereka, pikirkan kembali keputusan tersebut.
9. Kesampingkan ego pribadi. Jika Anda memang masih menginginkan keutuhan rumahtangga, segera buang jauh-jauh ego yang ada dalam diri Anda. Jangan merasa diri selalu benar dan sealu menyudutkan pasangan, begitu pula sebaiknya. Sadarilah bahwa apa yang terajadi sekarang adalah kesalahan Anda dan suami. Kalaupun selama ini ada sakit hati yang terselip, cobalah untuk saling memberi maaf.
10. Jujur pada diri sendiri. Jujurlah pada diri sendiri, apakah Anda sudah siap mental untuk berpisah selamanya dengan suami? Perceraian tidaklah semudah yang dibayangkan. Berpisah lalu hidup tenang. Tidak selamanya perceraian membuat kehidupan menjadi bahagia. Bisa jadi justru sebaliknya, lebih hancur. Banyak masalah-masalah di kemudian hari yang berbuntut panjang. Mulai anak, harta gono-gini sampai hubungan antar-keluarga yang ikut tidak harmonis. Jadi, pikirkan kembali jika ingin mengambil keputusan ini. Selain jujur, Anda juga harus mengedepankan rasio. Perempuan biasanya memang lebih banyak menggunakan perasaan, namun untuk soal seberat ini jangan hanya perasaan. Pertimbangkan benar, apa dampaknya bagi Anda dan keluarga jika perceraian itu benar-benar terjadi.
11. Banyak berdoa. Banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa dapat membantu permasalahan Anda. Mintalah petunjuk dari-Nya. Dengan semakin bertekun dan mendekat kan diri, insya Allah doa Anda akan terjawab
12. Buka lembaran baru. Jika Anda dan suami akhirnya bisa kembali rukun, maka Anda harus siap membuka lembaran baru bersama suami. Jangan pernah mengungkit-ungkit persoalan dan penyebab Anda berdua pernah berniat untuk bercerai. Sekali Anda mengungkit-ungkit, bisa jadi Anda akhirnya akan benar-benar bercerai. Yang paling penting adalah saling mengingatkan dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

Jika memang keputusan cerai yang diambil, sebaiknya pertimbangkan masa depan anak-anak. Jangan sampai perceraian yang terjadi menjadi neraka bagi anak-anak.

Sumber : tabloidnova.com


3. Tips Agar Disayang Mertua

Pernikahan tidak hanya melibatkan relasi suami dan istri an sich. Lebih dari itu, pernikahan juga melibatkan dua keluarga besar. Bagi sebagian pasangan, hubungan antara menantu dengan mertua sering kali menjadi pemicu timbulnya konflik kehidupan rumah tangga. Dan biasanya, pertikaian itu terjadi antara pihak istri dan mertuanya.
Dengan demikian, diperlukan berbagai tindakan teknis yang membantu Anda untuk menjalani relasi harmonis dengan orangtua suami alias mertua. Dalam bukunya berjudul “Kaifa Tushbihina Zaujatan Rumansiyyah,” Wafaa‘ Muhammad menuliskan beberapa pesan yang bisa membuat keluarga suami sayang kepada Anda. Di antaranya:
1. Hormatilah orangtua suami, bicaralah dengan lembut dan penuh cinta. Perlakukanlah orangtua suami Anda seperti ibu dan ayah Anda sendiri. Pun demikian, perlakukanlah saudara-saudara suami selayaknya saudara-saudara Anda.
Hormatilah orangtua suami, bicaralah dengan lembut dan penuh cinta. Perlakukanlah orangtua suami Anda seperti ibu dan ayah Anda sendiri…
2. Ciumlah pipi ayah dan ibu suami, setiap kali Anda ‘sungkem’ kepada mereka berdua. Kemudian tanyakan dengan antusias keadaan mereka.
3. Biasakanlah untuk memberi hadiah kepada mereka berdua. Bawalah bingkisan makanan atau bingkisan lainnya setiap kali Anda datang ke rumah mertua Anda. Ini mengingat, hadiah memiliki dampak yang hebat secara psikologis. Tak heran jika Rasulullah SAW bersabda, “Saling memberi hadiahlah, pastinya kalian saling mencintai.”
4. Ketika sedang berkumpul bersama, berilah tempat terbaik untuk mertua Anda, tersenyumlah dan buatlah mereka merasakan senyaman mungkin.
5. Berikanlah motivasi suami Anda untuk berbakti, memuliakan, dan membahagiakan orangtuanya. Dan ingatkan hak-hak ibunya atas dirinya.
…Berikanlah motivasi suami Anda untuk berbakti, memuliakan, dan membahagiakan orangtuanya. Dan ingatkan hak-hak ibunya atas dirinya…
6. Jika Anda dan suami berencana untuk bepergian, ada baiknya Anda menawarkan suami Anda untuk mengajak orangtuanya. Tentunya, ajaklah sesekali saja, bukan terus-menerus.
7. Beri jaminan kepada suami bahwa Anda tidak akan marah jika dia menyanjung ayah dan ibunya di hadapan Anda, atau jika dia mendahulukan sesuatu untuk mereka berdua daripada Anda.
8. Undanglah ayah dan ibu mertua untuk datang ke rumah Anda, sehingga akan tercipta kebersamaan dan kedekatan antara Anda dengan mereka.
9. Jika ayah dan ibu mertua Anda telah lanjut usia, Anda harus membantu memelihara dan merawat keduanya.
Jika ayah dan ibu mertua Anda telah lanjut usia, Anda harus membantu memelihara dan merawat keduanya…
10. Jadikanlah sikap mudah memaafkan dan lapang dada sebagai brand Anda, dan jangan mencari-cari dosa atau kesalahan ayah dan ibu mertua.
11. Sering-seringlah telepon kepada mereka jika tidak bertemu, tanyakanlah keadaan mereka selama kamu tidak mengunjungi mereka.
12. Lakukan kegiatan bersama. Misalnya makan malam bersama di luar, berkebun, atau apa saja, sehingga muncul kedekatan dan rasa saling memerlukan. Jika rasa saling memerlukan sudah dimiliki, maka akan timbul rasa saling menghormati. Apalagi jika menantu dan mertua memiliki hobi yang sama. Yang penting adalah sikap bisa menerima kekurangan dan kelebihan salah satu pihak.
13. Jika mertua curhat, dengarkanlah semua keluhan dan ceritanya, karena kisah perjalanan hidup mereka akan berguna nantinya buat kamu saat usia kamu seusia dengannya.
…Jika Anda tidak cocok dengan pendapat atau cerita mertua, janganlah sesekali Anda sesekali memotong atau menyela omongan mertua…
14. Jika Anda tidak cocok dengan pendapat atau cerita mertua, janganlah sesekali Anda sesekali memotong atau menyela omongan mertua sebelum mereka selesai bercerita.
Demikianlah, jika Anda bisa melakoni semua tips-tips teknis di atas, maka kecintaan ayah dan mertua kepada Anda akan bertambah. Jika demikian, tentunya kecintaan suami kepada Anda pun semakin bertambah pula. Dan bahkan ayah serta ibu mertua bisa menjadi sahabat yang mengasyikkan dan sangat membantu kehidupan rumah tangga.
Namun apabila orangtua suami dan keluarganya berlaku tidak baik kepada Anda, maka bersabarlah dan doakan mereka agar mendapatkan petunjuk. Insya Allah mereka akan berubah jika melihat akhlak mulia dan karakter baik pada diri Anda. [ganna pryadha/voa-islam.com]


Rabu, 05 September 2012

C...L...B....K

C..L...B..K...

Seorang teman nongkrong saya menyampaikan sebuah istilah baru di referensi pemahaman saya,  tapi sudah usang menurutnya. Katanya sekarang lagi musimnya CLBK, alias Cinta lama bersemi kembali...lebih ekstrem lagi berarti cinta lama belum kelar.
Bagi mereka yang saat ini sudah berumah tangga dan rumah tangga itu dulu dibangun lewat jalan yang konvensional (mengambil istilah perbankan ada yang Syariah ada yang konvensional), yaitu rumah tangga yang dibangun dengan jalur pdkt atau pacaran maka sudah hampir dipastikan bahwa pasangan tersebut masing-masing pernah punya cinta lama, kenangan lama, idola lama baik dalam taraf cinta monyet maupun yang lebih serius dari itu seperti cinta gorila, atau bahkan cinta kingkong ( kalau cinta monyet masih ringan maka cinta gorila dan kingkong jauh lebih hebat dari cinta monyet). bagi rumah tangga yang dibangun lewat jalan Syariah, insyaAllah aman-aman saja.
Seringkali tanpa terduga disuatu saat, disuatu tempat, atau disuatu kesempatan yang mengagetkan tiba-tiba saja kita bertemu kembali dengan seseorang yang dulu perrnah disukai, seseorang yang dulu pernah kita idolakan, bahkan pernah kita bayangkan akan menjadi teman hidup. nah jujur saja pada saat seperti itu tentu saja kita akan terbawa kepada  sebuah kenangan masa lalu yang amat sangat indah terpatri didalam hati. Yang kenangan itu kemudian menyemaikan bibit-bibit CLBK tadi......Dan ini normal-normal saja
Yang kurang normal adalah  kalau kemudian kita tidak mampu mengontrol itu CLBK, dan menjadi lupa diri, lupa bahwa semua itu cuma bagian dari keindahan masa lalu. Dan bahwa kini masing-masing kita telah berada dalam status yang berbeda, memilki orang lain dan dimilki oleh orang lain...
Sebab itu wahai diriku dan sahabatku, hati-hati dengan CLBK!

Senin, 06 Agustus 2012

Wong Fei Hung my Idol

Wong Fei Hung. Pahlawan Islam dari China.

Wong Fei Hung. Pahlawan Islam dari China.

Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus.

Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.
Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri.

Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya.

Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Alah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amin.

KEPITING BERTULISKAN KATA ALLAH

Inilah tanda kebesaran ALLAH

PINGIN KHUSUK

Pinginku khusuk menghadap Allah
waktu kini atau nanti
dalam bentang alam nan Maha Luas
Aku tersungkur malu...atas semua dosa
ALLAHUMA ANTA RABBI LA ILAHA ILLA ANTA KHALAQTANI
WA ANA ABDUKA, WA ANA ALA AHDIKA, WAWA'DIKA MA TATHA'TU
A UDZUBIKA MIN SYARRI MA SANA'TU ABU ULAKA BINIKMATIKA ALAYYA
WA ABU BI DZANBI FAGHFIRLI, FAINNAHU LAA YAGHFIRU DZUNUBA ILLA ANTA